Malam memuram. Aku telah berselimut dalam gelapnya ruang. Bola mataku tertutup rapat, namun ada gerakan kecil kesana kemari didalam mataku yang tak lagi melihat. Semestinya aku sudah tak terjaga semenjak dua jam lalu. Diamku berkata-kata. Ramai, sangat ramai. Suara detak detik jam didepanku ternyata telah berputar 3600 kali dengan lesu. Otakku berat. Lebih berat dari berat badanku sendiri —aku rasakan seperti itu—.
Hening membuatku bercermin. Otakku meloncat kesana kemari. Direspon oleh hati yang tak mau berhenti ngoceh kesana kemari. Dalam satu tema yang sama.
Kalau saja hidup tak ber-evolusi. Tak kenal berlelah payah. Tak perlu berakit-rakit kehulu untuk mendapatkan kesenangan ditepian. Tanpa ragu, aku akan rela mematung dalam kondisi seperti ini. Memfosilkan diri dalam kenyamanan.
Tapi hidup ini cair. Realitas selalu berubah. Bumi terus berputar. Malam akan tergantikan siang. Detik siap tergantikan menit. Menit siap tergantikan jam. Jam siap tergantikan hari. Hari siap tergantikan bulan. Bulan siap tergantikan tahun. Yang diam, tentulah tergilas.
Semuanya akan berubah. Tak akan ada yang abadi setiap detiknya. Tuulijullaila finnahaari, wa tuulijunnahaara fillaili. Allah menggantikan malam kepada siang, dan siang digantikan malam. Masa regenerasi dan pergantian itu pastilah ada. Begitu juga kegelisahan dan ketakutan. Pasti akan tergantikan dengan kemudahan dan kebahagiaan.
Sabarkan diri dalam fase malam yang dingin ini, esok giliranku yang akan mendapati hangatnya mentari. Akan ada kabar gembira bagi mereka yang gelisah, ada kegembiraan, ada kelembutan yang tersembunyi dibalik penderitaan.
Otakku aku sabarkan. Jiwaku aku relakan. Aku mencoba meridhoi kondisi ini. Fa inna ma’al ‘usri yusraa, inna ma’al usri yusraa. Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Nikmati saja malam yang semakin gelap ini, ini pertanda fajar akan segera datang.
Tak ada satu pun yang diskenariokan kepadaku tanpa tujuan. Begitu pula dengan kesulitan ini. La takhof wala tahzan, innaallaha ma’ana. Jangan takut, jangan pula bersedih, Allah bersamaku. Relakan kesulitan ini, biarkan menggerus kesombonganku. Biarkan kesulitan ini mencambukku berdzikir, bersyukur, dan berwaspada dalam berpikir. Biarkan kesulitan ini mengajariku teknik memikul beban dan bertahan di masa depan.
Tenanglah hati, jiwa, serta otakku. Tenanglah. Biarkan kegalauan menerpamu. Rasakan setiap desir kasih sayang-Nya. Walau fayu’tiika rabbuka fatardzaa. Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau puas. Maka berdoalah. Meski pipi dibuat becek oleh doa. Yakinlah, tidak ada yang mengalir mubadzir disetiap peluh yang engkau teteskan. Wa ilaa rabbika farghab. Dan kepada Tuhanmulah engkau berharap. Ketahuilah, Dia yang berkuasa atas segala penghidupanmu. Berdoalah dengan ketulusan dan berserah dirilah dengan penuh harapan.
Qaala rabbiisyrah lii shadrii. Ya Rabb, lapangkanlah untukku dadaku. Wayassir lii amri. Dan mudahkanlah untukku urusanku. Karuniakanlah untukku hati yang qona’ah. Kesabaran serta keikhlasan menerima segala ketetapan-Mu padaku. Semoga kesulitan ini menjadi lebih ringan bagiku. Engkaulah yang memberi jalan keluar dari setiap kesulitanku. Engkaulah muara dari setiap penyesalan dengan segala kegundahan. Allaahummaftakh ‘alaiya khikmatak. Ya Allah, bukakalah hikmahmu bagiku. Wangsur’alaiya rahmatak. Curahkanlah rahmat-Mu kepadaku. Wadzakkirnii maanasiitu ya dzaljalaali wal ikraam. Dan ingatkanlah pada apa yang telah aku lupakan dan lalaikan, wahai Tuhan pemilik keperkasaan dan kemuliaan. Amin.
Malam ini benar-benar sepi, tinggallah aku yang belum tertidur. Hanya ada 3 kebisingan syahdu yang menemaniku: desir deras, dahaga langit yang ke-gede-an, dan bisingnya hatiku. Ku buka mataku, melihat jam didepanku. Hanya tampak satu garis lurus berhimpit pada angka yang sama: 12. Aku pejamkan lagi, mencoba tidur kembali. Meng-istirahat-kan otak yang telah mulai diam. Tak ada lagi celoteh kesal. Hanya ada renungan dari berbagai bacaan. Hening membuatku bercermin.
Bismikallah humma ahya wabismika wa amuut. Dengan nama-Mu ya Allah, aku hidup dan mati…..
***
Semoga kesabaran ini membawaku pada muara keberuntungan. Ini musibah atau berkah aku tak tahu, aku hanya berprasangka baik kepada-Mu yang kuasa atas diriku. Hidup didunia hanya sekali ini, terlalu murah jika digadaikan untuk berkeluh kesah. Detik harus tetap berdetak jika ingin berganti tahun, meski butuh 518.400 kali putaran dalam poros yang sama.
Tersungkur di sisa malam
Kosong dan rendah gairah
Puisi yang romantik
Menetes dari bibir
Murung itu sungguh indah
Melambatkan butir darah
Nikmatilah saja kegundahan ini
Segala denyutnya yang merobek sepi
Kelesuan ini jangan lekas pergi
Aku menyelami sampai lelah hati
(Melankolia-ERK)
*Ah...malam itu tiba-tiba melankolia mendera. Tak apa, aku menikmatinya.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih Untuk Komentar Anda Di Artikel Ini.