Ada Apa Dengan Cinta

Ada apa dengan (cinta) diriku, malam ini begitu romantisnya. selalu kau hadir dalam setiap jejak langkahku. membuat dan dibuat. menggapai indah dalam sela-sela antar jejari. dalam ruas ini. sebut dan menyebut. pernah menggapai dan memeluk tapi kau itu bijih besi yang panas. mendekati saja aku sudah melepuh hati ini. kau begitu indah dan sempurna wahai TUHAN-ku yang Maha Agung dan Maha Besar. aku menyembutnya dalam doa dan hati. KAU yang selalu memberiku nikmat mencintai dan menyayangi. KAU yang selalu hadir dalam setiap semangat dan sedihku. Terimakasih Tuhan.
Lari menjelang senja bersemayam || Apakah kau mau menjemput? || Kurasa tidak! karena aku sedang menikmati sisa kecantikan lembayung senja || menggurat tak bernyawa, menghias bagai tenggelam || Senja diufuk timur selalu menggurat akan sebuah makna indah.
Gn. Gede Pangrango [Yangqi Wardons]
Tiap detik malam ini semakin membuatku sadar terhadap apa yang seharusnya kusadari. Menapikan jejakku yang hanya serpihan kecil di tengah padang ilalang. Terlalu mikroskopis dibanding hegemoni semesta, sebuah tirani yang selama ini justru ter-tirani.

Ujung Bandung Timur (Jakarta Timur) ini bukan ujung segalanya. Tapi sejauh mata memandang hanya tampak oasis ujung yang juga sedang mencari ujung. Serpihan titik terang di kubah langit tampak anggun menjadi koreografi atap. Mereka berkolaborasi menertawakan kita yang terlalu berfantasi hingga terlena dalam fana. Terlalu lemah di hadapan ombak yang tak pernah berhenti berlari, terus bergulung-gulung, dan saling berkejaran. Meskipun pada akhirnya pecah dan terdispersi di bibir pantai. Atau terhempas karang terjal yang secara de facto terjal yang menghadang dengan frontal.

Kehadiranku disini bukan realisasi dari amorfati. Justru sebaliknya. Mungkin absolut 180 derajat berbeda. Aku masih ingin berdiri di hamparan pasir putih dan mewujudkan mimpi. Aku masih ingin visualku melihat saat bahagia yang ingin kucapai. Dan aku masih ingin tertawa bersama mereka yang kucintai.

Perhatikan sisi timur. Inikah filasafat alam yang sebenarnya selalu tersaji di hadapan kita namun sering terabaikan? Cahaya, yang hampir selalu mendapatkan konotasi positif, justru datang dari bawah. Meskipun sebelumnya gelap, ketika dari sudut pandang kita sudut elevasinya semakin besar, ruang kita akan semakin terang. Sudut elevasi? Ya, sudut antara sebuah garis dengan proyeksi tegak lurusnya pada sudut tertentu dengan suatu sumbu sebagai acuan. Ternyata seperti itu. Rasanya aku sudah mendapatkan konklusi absurd namun masif. Jadi aku harus lebih membuat usaha untuk membuat proyeksi itu. Aku harus menjemput cahaya!!! 

Ku lari ke hutan kemudian menyanyiku || Ku lari ke pantai kemudian teriakku || Sepi, sepi dan sendiri aku benci || Ingin bingar aku mau di pasar || Bosan aku dengan penat || Enyah saja kau pekat || Seperti berjelaga jika ku sendiri.

Pecahkan saja gelasnya biar ramai || Biar mengaduh sampai gaduh || Ada malaikat menyulam jaring labah-labah belang di tembok keraton putih || Kenapa tidak kau goyangkan saja locengnya biar terdera || Atau aku harus lari ke hutan || Belok ke pantai? || Bosan aku dengan penat || Dan enyah saja kau pekat || Seperti berjelaga jika ku sendiri.
[Tentang Seseorang-Dian Sastrowardoyo]


"Mengapa aku begitu risau dengan apa yang telah Engkau tetapkan. Engkau yang menghidupkan, sudah semestinya Engkau pula yang menghidupi. Dan inilah bukti, ketika karunia Engkau hantarkan dari langit ke bumi, para malaikat-Mu membawa dosa-dosaku ke singgasana-Mu. Pernahkah aku menggetarkan singgasana-Mu dengan tangis tulusku? Ya Rabbi, Engkau tahu pasti apa yang ada di dalam hati. Namun, aku tak tahu pasti apa yang sedang aku alami. Engkau Maha memelihara dan menetapkan segalanya, setiap detik apa yang aku dapati di bumi-Mu ini. Bahkan sebelum aku terwujud seperti ini. Khalik, perbaiki keadaanku, aku membutuhkan-Mu."

"Sering kuhasratkan sesuatu, namun Kau telah memilihkannya untukku. Pilihan-Mu senantiasa lebih baik, dan Kau teramat sayang kepadaku. Kutekadkan diri untuk tak memedulikan kata hati. Kecuali untuk mengagungkan dan memuliakan-Mu. Dan ku tekadkan diri agar Kau tak melihatku menjamah dan melakukan yang Kau larang. Karena dalam hatiku, Kau teramat Agung."
[Misteri Berserah Kepada Allah-Ibnu ‘Athaillah al-Sakandari]

"Seringkali kau menginginkan sesuatu, namun Dia memalingkan darimu. Akibatnya, kau merasa sedih dan terus menginginkannya. Namun, ketika akhir dan akibat dari apa yang kau hasratkan tersingkap, barulah kau menyadari bahwa Allah melihatmu dengan pandangan yang baik dari arah yang tidak kau ketahui dan memilihkan untukmu dari arah yang tidak kau ketahui."
[Misteri Berserah Kepada Allah-Ibnu ‘Athaillah al-Sakandari]

"Karena kau tahu bahwa Allah yang mengujimu, kau merasa ringan menghadapi ujian. Dialah yang memberikan pilihan baik untukmu. Seluruh ketentuannya mengarah kepadamu."
[Misteri Berserah Kepada Allah-Ibnu ‘Athaillah al-Sakandari]

No comments:

Post a Comment

Terimakasih Untuk Komentar Anda Di Artikel Ini.