Malam, Bansus dan Landak

Tarikan medan magnet yang sangat kuat mengenaiku saat akan berbelok pulang menuju kost’an. Aku seperti terkena hipnotis yang mengarahkanku tepat menuju kedai bansus di seberang jalan samping trotoar dekat air mancur. Setelah beberapa saat tanpa kesadaran, aku sudah berada di depan kedai itu kemudian duduk manis pada bangku kayu yang telah tersedia. “kang…bansusnya satu..” kataku pelan. Kuambil piring plastik warna merah jambu kemudian kusiram dengan sambal oncom encer. Diatas sebuah meja tersaji banyak aneka makanan diantaranya : bakwan, goreng tempe mendoan dan lontong (red: leupeut). Kuambil sebuah bakwan kemudian kusiram dengan sambal oncom yang viscositasnya sangat kecil sedikit pedas. Amboi mantap benar, sambil makan, diiringi petikan gitar dan nyanyian seniman jalanan yang rambutnya mowhak gaya punk mirip landak menyanyikan beberapa lagunya Bang Iwan yang berjudul “negeriku” dan “satu-satu”.

Suasana saat itu seperti berada di sebuah kafe pingiran jalan di kota Milan, Italia. Setiap kali datang ke sini, kulihat muka-muka pengunjung yang tidak asing lagi. Bagi saya ini menandakan bahwa kedai ini merupakan kedai favorit bagi penduduk lokal. Seperti itulah yang bisa di deskripsikan tentang suasana dan kelezatan bakwan, goreng tempe mendoan dan lontong yang disiram dengan sambel oncom. Tak lama kemudian bansus yang aku pesan sudah selesai diracik sang pemilik kedai. Segera setelah beberapa saat kuminum, “mantap..juara” gumanku. Sungguh saya bersyukur merasakan kenikmatan ini, indikasi kenikmatan bisa dilihat dari raut muka, seperti raut muka Pak Bondan sesaat sebelum mengatakan “maknyos” dalam acara wisata kuliner di televisi. Mungkin ada yang belum tahu apa itu bansus, baiklah kawan akan saya ceritakan apa itu bansus…..

Bansus berasal dari singkatan ban dan sus. Ban adalah bandrek, dan sus adalah susu, jadi bansus adalah sebuah minuman tradisional Indonesia asal sunda, mixture antara bandrek dan susu . Setelah melakukan riset dengan metodologi wawancara dengan pemilik kedai, beberapa kesimpulan yang didapat. Pertama, yang membedakan minuman bansus di kedai ini adalah rahasia campurannya, konon selain bandrek, susu kaleng, juga ditambahin cabai merah olahan yang persentasenya tidak melebihi 2% dari keseluruhan minuman itu (sumber: langsung dari pemilik kedai..sumpah!!). Kedua, buih-buih bansus yang mengambang diatas permukaan bansus akibat pengocokan dengan kecepatan 100 rpm menambah cita rasa yang sangat kuat (nah kalau yang ini mah lebay) . Ketiga, dengan bangga pemilik kedai menceritakan bahwa kedai bansusnya sudah pernah didatangi oleh tim wisata kulinernya Pak Bondan, “Maknyusss…” kata pemilik kedai menirukan gaya Pak Bondan .

Kembali ke kedai…

Bayangkan kawan setelah makan bakwan, tempe mendoan dan leupeut yang disiram sambel oncom sedikit pedas membuat cairan keringat di setiap pori-pori keluar terjadi osmosis, ditambah lagi dengan minum bansus hangat-hangat pedas sampai baju menjadi basah karena keringat. Dijamin, masuk angin, lemah, letih, lesu, asma bisa sembuh walau sifatnya temporal hehe... Tidak terbayang kalau menyantap makanan dan minuman itu tepat jam 12 siang saat Matahari ganas-ganasnya meradiasikan secara maksimum gelombang cahayanya, percayalah dehidrasi. (hmm…klo ga percaya, silahkan aja coba…hehe)

Setelah selesai menikmati kuliner tradisional itu kira-kira pukul 11 malam, aku sempatkan ke sebuah minimarket 24 hours disamping warnet membeli sebungkus rokok 1.4 mg tar, 1.0 mg nicotine, setelah selesai bertransaksi dengan kasir minimarket, kemudian keluar, suatu kebetulan bertemu lagi dengan si Landak seniman jalanan yang menyanyikan beberapa lagu Bang Iwan saat di kedai bansus. “Belum pulang bang?” tanya si Landak sopan sambil menghitung kepingan-kepingan uang logam. “belum..” jawabku singkat. Lantas aku duduk ditangga depan minimarket sambil menghisap sebatang rokok.

Kemudian terjadi percakapan....

“Sudah berapa lama ngamen..ndak?” tanyaku sambil menawarkan beberapa rokok. “sudah 4 tahun bang sejak aku putus sekolah karena orang tua tak sanggup lagi biayain, sekarang sekolah mahal bang…” jawab si Landak sambil menyusun kepingan uang logam yang di dapatnya sedari pagi sampbil meneguk MixMax Exotic Blue. “kamu kan bisa sisihkan uang hasil ngamen untuk lanjut sekolah, kamu nggak ingin lanjut sekolah?” tanyaku lagi penasaran. “Enggaklah bang udah 4 tahun, biarlah adik-adik saya yang terus sekolah dan saya biayain dari hasil ngamen apalagi kedua orang tua saya sudah meninggal bang, karena sakit dan tak mampu bayar rumah sakit.” Mendengar jawaban itu ternyata si Landak memiliki sifat yang baik, tidak egois dan masih memikirkan keluarganya meskipun tampilannya aduhhhh…(eit… don’t judge the book by it’s cover). Sungguh pemerintah sudah banyak melanggar konstitusi yang dibuat para pendahulunya. Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara (Konstitusi RI, UUD 1945, pasal 34 ayat 1)...Bullshit!! (eh naha jadi kasar kieu....punteun..punteun)

Percakapan kami selingi dengan cerita-cerita lucunya si Landak saat dikejar-kejar satpol yang geram karena beberapa kali usahanya menangkap si Landak tak pernah terwujud, selalu gagal mengejar si Landak dan teman-teman seperjuangannya, saat seorang satpol kecapaian menyerah mengejar si Landak yang berbeda jarak 50 meter, si Landak dan teman-temannya iseng mengacungkan jari tengah pada satpol yang mengejarnya sambil tertawa meledek. Dan kamipun tertawa sekeras-keras di sela-sela waktu yang terus meninggalkan malam. Tiba-tiba temannya si Landak menghampiri kemudian meminta sejumlah uang. “Brengsek benar ni orang malak Si Landak” pikirku sempit. Lantas si Landak pun memberikan beberapa keping uang logamnya sembari berkata, “sorry man! gw belum sempet nengok”. Setelah memberitahukan keadaan temannya yang sakit, kemudian temannya pergi. Dari hasil olah TKP ternyata sejumlah uang yang diberikan oleh si Landak akan digunakan untuk iuran bersama rekan seperjuangannya, membayar perawatan temannya sesama pengamen yang sakit paru-paru basah yang sedang di rawat di rumah sakit PMI.

Sebuah pertanyaan pamungkas yang mau coba saya tanyakan pada si Landak yang terus meronta-ronta untuk ditanyakan, segera ku tanyakan. “ndak ga sayang tuh duit dibeliin minuman?”. Dengan tenang seperti orang-orang terpelajar atau mungkin karena pengaruh alcohol kali ya.., si Landak menjawab “sayang juga sih bang…sekedar melupakan dan berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja. Semua orang memiliki harapan untuk masa depan, begitu juga saya”.

Bogor, 12.26
Adam Solihin, S.Si

No comments:

Post a Comment

Terimakasih Untuk Komentar Anda Di Artikel Ini.