Di Antara Dua Rasa

aku berasa di oasis kehidupanku sendiri.

waktu luang yang sangat luang membuatku berada di antara dua hal.

inilah fase terberat dalam kehidupanku saat ini. tidak ada rutinitas kecuali membunuh waktu luang itu sendiri dengan kegiatan yang tak terjadwal.

aku merasa sangat bersyukur dengan keadaanku saat ini. dibandingkan tahun lalu, atau sebelum-sebelumnya, intensitas kedekatanku dengan si Hebat (penciptaku, Red) begitu besar. tak dipungkiri, bahwa kedekatanku ini bersumber dari rasa butuh, kefakiran, serta kepapaanku sebagai manusia dengan kondisi seperti saat ini.

namun begitu, rasa kecewa, marah, iri, ketergesa-gesaan, dan setumpuk pertanyaan lainnya dengan awalan "mengapa-kenapa" datang bertubi-tubi dan memenuhi sebagian besar otak yang sudah jarang aku pakai lagi ini.

yah, inilah keadaanku saat ini.

sendiri dalam oasis kehidupanku sendiri.

melihat fatamorgana kehidupan yang membaurkan pemandangan yang tak jelas apa.

masa depan, begitulah mereka berkata kepadaku.

teman seperjalanan telah sampai takdirnya, melanjutkan fase kehidupan yang mereka buat sendiri. dan aku... masih disini, melihat mereka menebar kabar yang membuatku ngeri, sekaligus ingin mengikuti.

"sabtu, minggu masih kerja di proyek." kata teman yang pertama

"di sini kalendernya hitam dan senin semua!" kata teman yang kedua

"aku ingin resign, mencari pekerjaan yang lain lagi." kata teman yang ketiga

"di kantor cuma internetan." kata teman yang keempat

dan masih banyak lagi angin gurun mengabarkan keadaan mereka yang tertera dalam social media. beragam. dan itu berbeda dengan faseku sekarang. pengangguran.

aku harus segera beranjak dari oasis ini, ini bukan tujuanku apalagi akhirku.

oasis ini hanyalah tempat bagi pengelana menuju setiap fase kehidupannya.

di sana nantinya aku akan berjumpa oasis kehidupanku lagi, dan lagi hingga mati.

namun ketika segala nikmat membuatku lalai dengan-Nya, ketakutan-ketakutan yang tak aku harapkan menjadi nyata. intensitas dan kwalitas kedekatanku dengan-Nya secara otomatis memudar dan menghilang, yang ada hanyalah kesombongan dan kesibukan.

keistiqamahan adalah sesuatu hal yang menjadi bekal dalam perjalanan menuju fase kehidupan lainnya. dan hal ini butuh perjuangan dan pertolongan dari sebaik-baiknya penolong, Tuhan.

aku tak ingin kembali dalam kesesatan setelah mendapat kenikmatan.

aku tak ingin ujian, kefakiran, dan kepapaanku menjadikan aku 'mengemis' dan segera melupakan kepada siapa pemberi ujian dan kenikmatan itu sendiri.

bisakah aku menjadi seorang muslim yang berserah diri atas ketetapan Tuhannya? meniadakan ke-aku-an dan mengagungkan keberadaan-Nya? selalu merasa dekat--dengan kuantitas dan kwalitas kedekatan yang semakin tinggi hingga mati. aku pikir, kematian adalah fase dimana berserah diri (muslim, Red) dapat aku rasakan yang belum aku rasai hingga kini.

No comments:

Post a Comment

Terimakasih Untuk Komentar Anda Di Artikel Ini.