Membangun Citra: Sosial Media Atau Antisosial?

Indonesia sebagai pengakses internet terbesar di Asia Tenggara juga merupakan pengguna layanan Sosial Media yang besar di dunia. Ada beberapa sebab yang mendukung, seperti penetrasi internet baik yang fixed maupun mobile, jaringan telekomunikasi, ponsel terutama smartphone atau hotspot area yang tersebar di berbagai gedung dan perkantoran. Hal tersebut justru memberikan dampak positif maupun negatif bagi para penggunanya.

Sosial media memberikan kontribusi positif bagi para penggunanya. Perkembangan sosial media memberikan sebuah pola pikir, sikap dan tindakan bagi para penggunanya sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Sosial media merupakan resolusi teknologi dan informasi memberikan beberapa hal dampak positifnya beripa; akses bakat terhadap menulis (talent), membentuk dan membangun citra positif, merangsang kreatifitas sosial masyarakat, mengerjakan tugas harian dan lain sebagainya.

Facebook salah satunya, sebagai salah satu layanan jejaring sosial terpopuler saat ini ada pengguna aktif sekitar 500 juta (yahoo.co.id). Layanan sosial media memberikan kontribusi positif aktif dan atmosfer yang baik dalam pembangunan bangsa, karena fungsinya telah dimanfaatkan secara luas oleh berbagai kalangan baik media, perusahaan, pemerintah, dan lain sebagainya. Lalu bagaimana peran sosial media menjadikan seseorang lebih sosial atau justru sebaliknya antisosial?

Penelitian Universitas Oxford menyatakan bahwa layanan media sosial berpotensi menjadikan seseorang anti sosial, hal tersebut dikarenakan membuat seseorang menjadi terisolasi dan tidak manusiawi. Menambahkan Profesor Sherry Turkle dari Universitas Oxford beragumen bahwa teknologi telah mengisolasi manusia dengan dunia nyata. Dalam artikelnya menuliskan bahwa sosial media telah berimbas terhadap berubahnya pola komunikasi, penggunaan bahasa yang singkat, dan hilangnya batas antara kehidupan nyata dengan kehidupan maya yang menyebabkan pengguna lebih memprioritaskan kehidupan online dan menarik diri dari kehidupan primernya yaitu dunia nyata.
Tidak semua pengguna melakukan hubungan komunikasi dua arah dan berinteraksi, jadi tak ubahnya seperti berbicara pada dinding. Dari segi komunikasi, ada sebuah perbedaan antara komunikasi verbal dan non-verbal. Komunikasi di dunia nyata yang kadang bisa diwakilkan dalam bentuk bahasa tubuh, ini tidak ada dalam media teks. Sebagai manusia, kita memiliki emosi, baik positif maupun negatif, dan dalam bahasa tulisan, emosi ini tidak mampu diwakilkan meskipun dengan emosi sekalipun. Setiap orang juga akan memiliki persepsi berbeda dalam menangkap emosi penulis yang terbatasi dalam karakter dan tidak menutup kemungkinan, bahwa orang lain membutuhkan waktu untuk mencerna maksud dan tujuan yang ingin disampaikan. Bahkan ada pernyataan bahwa komunikasi online atau teks, akan merusak cara bahasa oral/non-verbal dan tata bahasa yang baik dan benar. Sementara itu, dalam sebuah studi lain dinyatakan bahwa menulis tulisan tangan memiliki dampak yang lebih baik dibanding dengan yang menggunakan komputer.

Idealnya sosial media dapat menambah fungsi dan peran dalam kehidupan nyata, misal pertemanan yang dibatasi oleh ruang dan waktu diatasi melalui media ini, namun tanpa melupakan pertemanan dan relasi di dunia nyata. Jangan menjadikan sosial media sebagai substitusi kehidupan primer atau bahkan kehidupan sekunder. Kapan sosial media benar-benar membangun citra (pandangan) positif terhadap masyarakat. Menurut saya semua kembali pada diri kita masing-masing, hanya kita yang bisa menghitung proporsionalitas efektifitas dan efisiensi waktu tersebut.

Beni Hermawan, S.Si
Disampaikan saat seleksi program reporter salah satu universitas ternama.

No comments:

Post a Comment

Terimakasih Untuk Komentar Anda Di Artikel Ini.