Catatan Kelabu Gunung Cijambu 5

Misteri keberadaan makhluk lain selain kita nyatanya ada, dan banyak kisah lain selama dipuncak 1695 mdpl, mulai dari suara cekikikan, suara burung hantu, suara pukulan nesting di camp siswa, suara kucing, sampai suara dengkuran bidadari 1695 karena kecapean di camp panitia. Semua menjadi rasa takut, mencekam dan mampu mendirikan bulu kuduk.
            Sesampainya di puncak bukit 1695 semua sibuk melaksanakan tugas, ada yang mendirikan bivouk, memasak air dan makanan, menyalakan api unggun, mengumpulkan kayu bakar, ada sholat ashar, maghrib dan isya, ada yang sibuk ngecek camp siswa, ada yang rebahan karena capek. Malam tersebut masih terbesit dalam otak, kita brifieng dan evaluasi buat besok walaupun dengan mata sayup-sayup basah karena ngantuk. Semua aman terkendali sampai pukul 21.00 WIB. Dan setengah jam kemudian semua panitia akan tidur kecuali si Fardhan dan Yangqi yang akan bergadang karena jadwal ngeronda sampai pukul 2.00 WIB pagi. Sebelum lima menit saya memejamkan mata, adanya suara dengkuran seseorang. Awalnya biasa saja toh saya tidak merasa terganggu karena dengkuran tersebut. Sampai saya merasa terusik dan terganggu malam itu, merasa aneh karena yang tidur kala itu hanya tiga orang saja, kalo gk Teh Ndil atau gk anak KSR tersebut.
            Karena saya merasa terusik dan ingin mengetahui, saya coba membuka kepala Sleeping bag Ndil tidak ada suara dan beliau tertidur pulas. Pada saat saya mendekatkan telinga saya ke anak KSR tersebut bang…nyatanya dia pelaku utamanya. Wanita secantik dia bisa-bisanya mendengkur suara-suara yang membuat saya tidak bisa tidur selama hampir dua jam, ya nyatanya sayapun merasa kalah. Mengobati rasa kalah saya, dengan sangat terpaksa ikut berjelaga dengan para rekan-rekan yang masih fokus dan kuat begadang.
            Tak miris dengan jam 2.30 saat saya berganti alih menjadi penjaga malam itu, karena tugas ngeronda bersama teh Ndil, dan nyatanya dengkurannya semakin menjadi-jadi ibarat suara burung kutilang saling bersautan karena mempertahankan daerah teritorialnya, sempet-sempetnya saya coba merekamnya pagi itu. Kalo ditanya tujuan utamanya hanya sebagai barang bukti saja, saya punya rekaman seorang bidadari saat tertidur pulas dipuncak bukit 1695. Kerjaan yang dilakukan adalah sekedar mengobrol dan memasak air membuat kopi sebagai penghilang rasa kantuk yang sedang berjelaga pagi itu. Dan banggg…suara-suara anehpun berdatangan, selain suara dengkuran  tersebut. Ada suara ketokan nesting beradu dengan gata-gata di camp siswa, setelah saya cek; hasilnya nihil semua siswa tertidur pulas. Bahkan tidak ada satupun nesting berada diluar. Beberapa menit kemudian suara kresek…kresek disemak belukar diiringi seperti suara babi hutan (Sus barbatus); kunyalakan headlamp dan kupegang tramontina kudekati suara tersebut; dan banggg…nyatanya tidak ada.
            Angin malam itu begitu kencang, karena kita berada dipuncak bukit, dengan kanopi lebat diisi oleh vegetasi pohon dengan diameter batang cukup besar, mudah-mudahan tidak ada pohon rubuh malam ini. Suasana malam begitu mencekam, sendirian menjaga 8 orang yang sedang enak menikmati indahnya mimpi. Karena teh Ndil pun sedang asik meringkuk didepan perapian setengah tidur dengan kedua tangan masuk diantara lipatan dua paha; sangking kedinginan, tanpa menyadari diri ini merasa sendiri. Teringat kala itu pernah nyasar di Gunung Kareumbi; Rancaekek-Cicalengka-Gunung Argopuro; Probolonggo-Gunung Malabar; Pangelengan-Gunung Batu; Lembang dll. Sudah cukup saya menikmati rasa was-was, rasa kehausan, lapar menggerogoti perut, panas yang menyengat, dingin yang membuat linu persendian tulang. Ku bermunajat kepada Pemilik alam raya ini agar semua diberi keselamatan hingga besok pagi.
            Sebentar kulirik jam tanganku menunjukkan pukul 4.00 pagi. Sekitar satu jam lagi menuju adzan subuh, kuambil nesting ku masak air panas diantara bara perapian. Sambil menunggu ku coba cek camp siswa sendirian. Kulirik mereka satu persatu, sang koordinator dengan sweeter hijau lengkap dengan kupluk hitam dan sarung dileher masih bernapas dengan tersengal-sengal. Disampingnya ada siswa perempuan salah satunya, ku naikkan sleepingbagnya yang sedikit agak terbuka. Disamping ada Rizandhi yang sedikit agak berantakan segera kututup dengan sarungnya kala itu, dan siswa Anto yang terlihat terlelap masih bermimpi dengan bidadarinya. Keluar  dari bivouk siswa terlihat perapian mulai padam, hanya ada bara yang masih hidup, ku kumpulkan kayu bakar dan ranting kecil disekitar camp siswa kunyalakan sekiranya perapian mereka agar tidak membuat dingin subuh saat itu. Saat semua merasa aman dan terkendali saya pun beranjak menuju camp panitia untuk melaksanakan sholat subuh.
            Tepat pukul 5.00 WIB puncak bukit 1695 sayapun membangunkan teh Ndil untuk segera masak dan bangun; membangunkan siswa dengan meniup peluit. Semua panitia belum ada yang bangun, kecuali saya dan Ndil. Sungguh udara kala itu cukup mencekam dan dingin. Kulirik sleeping bag salah satu anak KSR beliau mencoba untuk bangun dengan membetulkan letak hijabnya mencoba ngobrol denganku;
Anjani : “kang, jam berapa?”
Saya    : “jam 5 lewat, sholat subuh dulu, teh”
Anjani : (tanpa berkata, dia mencoba untuk bangun dan mengalahkan rasa dingin pagi itu untuk melaksanakan sholat subuh)
            Sempat kulirik kembali wajah sayunya dengan cahaya perapian pagi itu; wooww amazing, sungguh cantik luar biasa dia kala itu; kecantikannya terasa berbeda dan membuat diri ini ingin terus menatap wajah sayu. Memang pernah sempat dengar kata orang entah siapa pun itu, kalo mau lihat wanita benar-benar cantik ya pada saat dia bangun tidur. Tak sampai 1-2 menit diri ini memandang cahaya di puncak 1695. Dan penulispun susah membuka memori kejadian kala itu. Singkat cerita saya pun merasa bersalah dan mengucapkan “istighfar” dan kembali mengusik dan bercengkrama dengan perapian.
Langsat kuning cina warna kulit nona
Bibir merah muda, lesung pipit pun ada
Wajah cukup lumayan dapat poin enam
Kalau nona berjalan rembulan pun padam” (Aku Sayang Kamu-Iwan Fals)
Sampai saat ini diriku hanya bisa menjadi pemuja rahasia. Sesuai puisi W.S Rendra
“Kesadaran adalah Matahari
Kesabaran adalah Bumi
Keberanian menjadi Cakrawala
Dan Perjuangan adalah Pelaksanaan Kata-kata”
Klo pun sedikit aku tambahkan adalah perjuangan akan cinta bukan sekedar diucapkan dengan kata-kata, tapi buktikan…buktikan.
Dan kusampaikan salam hangatku kepada “bidadari 1695” dan “venus cantik
Aku tak tahu mulai dari mana
Aku tak tahu harus menulis apa
Ditanganku duka ditanganku suka
Lagu cinta ingin ku nyanyikan
Namun lidahku kaku, hatiku beku
Aku rindu, aku tak tahu lagu cinta dimana kamu (Lagu Cinta-Iwan Fals)
(Hermawan – Bandung, 17 April 2011)
Dan sampai saat ini pun saya masih menyendiri dan akan tetap menyapa gunung-gunung tertinggi kelak …

4 comments:

  1. mantap ceritanya kang..
    oya puncak 1695m tuh gunung cijambu ya kang?..

    ReplyDelete
  2. "bukit" 1695 mdpl terdapat pada kawasan gunung cijambu yang benar kang! disana merupakan TKP diklat PA Kampus saya. salam kenal :D

    ReplyDelete
  3. nuhun kang, salam kenal juga..
    ada rencana mengunjungi gunung pangparang, gunung sanggara dan ke gunung cijambu dalam satu trip, kira-kira bisa ngga kang dalam dua hari ?..

    ReplyDelete
  4. salam kenal kembali. klo dilihat dari peta mah bisa saja. asal cepat dan tepat dan selalu memegang safety procedure. usul saya tambah 1 malam lg, start mulai dari ps ujung berung-ds patok beusi-genteng-pangparang-ujung jalan-masuk hutan-turun ke sanggara-puter balik ke cijambu-longmarch ke tanjungsari (genteng-banyuresmi).coba contact ketua caldera [arif darmawan-085720529202] mungkin bisa membantu untuk jalur dan peta.

    ReplyDelete

Terimakasih Untuk Komentar Anda Di Artikel Ini.