SEJARAH PECINTA ALAM

Kegiatan alam terbuka khususnya mendaki gunung sendiri sebenarnya sudah dikenal sejak lama, baik yang dilakukan karena tuntutan hidup atau karena alasan yang lain, perang misalnya. Seperti yang dilakukan oleh Hanibal panglima kerajaan Kartago atas pegunungan Alpen yang bersejarah atau petualangan yang dilakukan oleh Jenghis Khan yang melintasi Pegunungan Karakoram dan Kaukasus untuk menuju Asia Tengah. Babak baru olahraga pendakian gunung dimulai ketika berdiri perkumpulan pendaki gunung tertua di dunia yaitu British Alpine Club (1857).
Kegiatan alam terbuka mulai terorganisir ketika bapak pandu dunia Lord Boden Powel mengenalkan kegiatan alam terbuka kepada anak-anak dan remaja di Inggris pada saat itu. Dari sinilah mulai terbentuk organisasi-organisasi kepanduan yang mengacu pada konsep dasar yang dibuat oleh Lord Boden Powel yaitu “bermain dan belajar dari alam”. Disusul kemudian dengan berdirinya organisasi-organisasi yang bergerak dalam bidang kelestarian lingkungan hidup di dunia, Green Peace salah satunya.
Di Indonesia, organisasi yang mewadahi kegiatan alam terbuka dimulai oleh perkumpulan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung Wanadri yang berdiri pada bulan Mei 1964, sebagai metamorfosis organisasi kepanduan yang ada pada saat itu. Dan di penghujung tahun yang sama berdiri MAPALA UI dengan Soe Hok Gie sebagai pendirinya. Wanadri dan MAPALA UI inilah yang menjadi pemicu berdirinya organisasi-organisasi pecinta alam lainnya di Indonesia.

PECINTA ALAM, BAGAIMANA SEHARUSNYA?
Pecinta Alam adalah organisasi yang mewadahi anggotanya dalam berkegiatan di alam terbuka, lingkungan hidup dan tentunya memberikan pembelajaran bagaimana seharusnya seorang PA harus bersikap dan bertindak. Baik itu ketika sedang berkegiatan di alam terbuka maupun dalam kehidupan kesehariannya. Namun dewasa ini, PA seperti telah kehilangan arti sebenarnya. Dikarenakan dari orang-orang PA sendiri yang hanya menjadikan PA sebagai wadah untuk mencari ‘jati diri’ dari kebanggaan-kebanggan karena telah ‘menakhlukkan’ alam. Padahal alam disini bukan hanya sekedar obyek. Alam bisa berbicara, tentu dengan bahasa mereka. Yang seharusnya dijadikan sebagai ‘guru’ bagi kita semua, yang menyebut dirinya seorang PA.
Seorang PA sebagai seorang manusia adalah makhluk Tuhan yang hidup di lingkungan bersama masyarakat disekitarnya. Oleh karena itu seorang PA harus bisa menempatkan dirinya di hadapan Tuhan, lingkungan dan manusia yang lain.
Di hadapan Tuhan seorang PA harus sadar bahwa alam beserta isinya adalah ciptaan-Nya. Menjaga, memelihara dan menggunakan sumber daya alam yang ada sesuai dengan kebutuhan adalah wujud nyata pengabdian seorang PA terhadap Tuhan dan lingkungannya. Selain respek terhadap lingkungan alam, seorang PA juga harus respek terhadap lingkungan budaya yang akan sering ia hadapi.
Dalam perjalanan di alam tebuka, seorang PA akan melalui daerah-daerah dimana terdapat adat istiadat, kepercayaan atau kebiasaan penduduk setempat yang terkadang terasa aneh oleh kita yang tidak terbiasa. Adat-istiadat yang berbeda ini harus dipandang dengan sikap yang positif, dengan menghargainya sebagai salah satu kebudayaan yang beraneka ragam yang dimiliki oleh negeri ini. Dengan menghargai adat-istiadat, kepercayaan dan kebiasaan penduduk setempat, akan membuat kita lebih mudah berkomunikasi dengan mereka yang lebih mengenal tentang wilayah yang kita kunjungi tersebut. Yang dijadikan catatan adalah bagaimana cara kita menyikapi hal-hal yang merupakan adat-istiadat, kepercayaan dan kebiasaan penduduk setempat, sehingga tidak membuat mereka sakit hati karena merasa tidak dihormati oleh tamunya.
Dengan manusia yang lain seorang PA harus bisa mengejawantahkan fenomena-fenomena alam yang masing-masing memberikan arti-arti filosofis yang positif. Yaitu: seorang PA harus bisa memberi semangat (surya), memberi keindahan (candra/bulan), menjadi tauladan (kartika/bintang), fleksibel (bayu/angin), berwibawa (angkasa), tegas (gegana/api), berpikiran luas (samudra) dan menghargai orang lain (bumi).

PECINTA ALAM DAN KEGIATAN ALAM TERBUKA
Kegiatan alam terbuka dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Kegiatan ilmiah/riset: penelitian hutan, botani, zoologi, geologi dll.
2. Kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaan: pencarian sumber minyak dan bahan tambang, pemetaan dll.
3. Kegiatan petualangan/penjelajahan: pendakian gunung, penyusuran sungai, penyusuran gua, penyusuran pantai dll.
4. Kegiatan olah raga dan rekreasi: camping, out bond dll.
5. Kegiatan kemanusiaan: Search and Rescue.
Seseorang yang melakukan kegiatan alam terbuka berarti secara langsung berhubungan dengan kondisi-kondisi yang cenderung mengandung bahaya. Disini dikenal dua jenis bahaya yang dihadapi oleh para penggiat alam terbuka, yaitu: subjective danger dan objective danger.
Subjective danger adalah bahaya yang disebabkan oleh pelakunya sendiri, yang dalam konteks ini adalah penggiat alam terbuka. Bahaya ini kebanyakan disebabkan karena kurangnya pemahaman keilmuan penggiat alam terbuka tentang kegiatan yang akan dilakukannya.
Objektive danger adalah bahaya yang ada dari medan kegiatan alam terbuka itu sendiri. Antara lain cuaca, keadaan medan dan keadaan lingkungan. Bahaya ini dapat diminimalisir dengan pencarian informasi tentang medan yang akan dihadapi. Baik itu dari literatur-literatur yang ada atau lewat informasi personal. Serta pemilihan waktu yang tepat untuk melakukan kegiatan alam terbuka.
Collin Mortlock, seorang pakar pendidikan alam terbuka mengkategorikan kemampuan yang diperlukan oleh penggiat alam terbuka sebagai berikut:
1. Technical Skill, yaitu kemampuan yang berhubungan dengan ritme dan keseimbangan gerakan.
2. Physical Skill, yang mencakup kebugaran spesifik yang dibutuhkan untuk kegiatan tertentu.
3. Human Skill, yaitu pengembangan sikap positif kesegala aspek untuk meningkatkan kemampuan. Antara lain: kemauan, percaya diri, kesabaran, konsentrasi, analisa diri, kemandirian, serta kemampuan untuk memimpin dan dipimpin.
4. Environment Knowledge Skill, yaitu pengembangan kewaspadaan terhadap bahaya dari lingkungan yang spesifik.
Yang terpenting dalam melakukan kegiatan alam terbuka adalah adanya penghargaan terhadap hidup si pelaku kegiatan sendiri. Melakukan kegiatan alam terbuka dengan menerapkan prosedur yang benar (safety procedure) adalah sebuah keharusan bagi seorang penggiat alam terbuka.

Kami berpetualang bukan karena kebanggaan,
bukan pula karena mencintai kematian.
Tapi kami berpetualang karena kami ingin belajar
dan karena kami sangat menghargai hidup.
C.004.PDR

1 comment:

  1. MataJala (Pecinta Alam) Universitas Ma'arif Nahdlatul Ulama (UMNU) Kebumen. JL Kusuma No. 75 Kebumen, Jawa Tengah.
    Web: http://matajala.itumnu.com
    email: matajala@itumnu.com

    ReplyDelete

Terimakasih Untuk Komentar Anda Di Artikel Ini.