Ada kepekatan, bersembunyi, menggelora, menelan wajah lusuh dunia; menyeluruh dalam meniadakan kekalutan membentuk kesejatian. Dalam abadi cinta, terombang-ambing di belantara kegundahan dan kesenangan, di ujung-ujung kerinduan dan kecemburuan, antara samar-samar kepastian dan keragu-raguan, di segenap kesegalaan dan ketiadaan.
Setiap diri mengembara ditemani ruang dan waktu. Tidak ada orang lain, sama sekali tidak ada orang lain. Kita sendiri dan bersendiri di setiap sudut ruang dan waktu ini untuk selalu dan akan selalu seperti itu. Hanya kesemuan dan kepalsuan yang menemani. Semua masa lalu yang telah dilalui, masa kini yang sedang dihadapi, dan apapun masa depan yang telah menanti; aku tidak pernah menjadi orang lain, orang lain tidak pernah menjadi diriku, aku tidak pernah berpindah tubuh dan merasakan kehidupan orang lain, dan orang lain tidak pernah berpindah tubuh dan merasakan kehidupanku. Mereka, yang lain, hanya melengkapi kesendirian diri, saling bersendiri, berdiri terasing di ruang keterasingan-diri.
Matahari menari-nari di belantara hampa. Dengan tiada yang menemani dia membisu. Bergejolak menerangi segenap darul fana. Menebar cahaya menyemai wangi gaharu. Betapa harum sinarnya membakar dunia. Terangi rasa yang telah terlupa.
Semua terluluh-lantakkan, menenggelam karam dalam fana kehidupan. Kemaujudan perlahan meniada, meninggalkan tinggi angan-angan. Demi setetes karunia, memanggang lautan Hindia yang sunyi dimakan usia. Lalui waktu menyapa, pelan semakin pelan gumpalkan hitam menganga.Air berjatuhan, menerjun bebas dari langit yang kelam. Suara-suara bergema berjatuhan menimpa telinga. Kata-kata mengalir, membasahi dan membasuhi ruang-ruang hati yang kering. Melunak, melembut, meruntuhkan segenap dinding-dinding keangkuhan yang rapuh. Dalam sejuknya, jernih, memutih, menghanyutkan sampah-sampah kebahagiaan.
Hari menari-nari di belantara hampa. Dengan tiada yang menemani dia membisu. Bergejolak menerangi segenap darulfana. Menebar cahaya menyemai wangi gaharu. Betapa harum sinarnya membakar dunia. Terangi rasa yang telah terlupa.
Semua terluluh-lantakkan, menenggelam karam dalam fana kehidupan. Kemaujudan perlahan meniada, meninggalkan tinggi angan-angan. Demi setetes karunia, memanggang lautan Hindia yang sunyi dimakan usia. Lalui waktu menyapa, pelan semakin pelan gumpalkan hitam menganga.
Air berjatuhan, menerjun bebas dari langit yang kelam. Suara-suara bergema berjatuhan menimpa telinga. Kata-kata mengalir, membasahi dan membasuhi ruang-ruang hati yang kering. Melunak, melembut, meruntuhkan segenap dinding-dinding keangkuhan yang rapuh. Dalam sejuknya, jernih, memutih, menghanyutkan sampah-sampah kebahagiaan.
Setelah menyambut pagi dan senja, bintang-bintang datang menyapa. Pada cahaya yang menggerayangi malam, terangi segenap hati dan pikiran. Kenapa cinta ini hinggap di kemeng-ada-anmu? Kenapa rindu kepadamu menyelimuti hatiku? setiap pagi buta sudah disibukkan dengan kegiatan pembersihan diri. mencuci baju, setrika baju, jemur pakaian, memberikan pribadi yg ganteng itu saja tidak cukup. Walau saya orang yg perfeksionis, tapi kalau sudah menyangkut penampilan itu nomor satu. disini ditempat ini aku menemukan sebuah pembelajaran tentang arti kedewasaan. mari kita ikuti saja alur yg sudah terjadi. tak perlu dilawan, ikuti arusnya, nikmati jeramnya, insyaAllah barokah kedepannya. Hanya satu "Demi masa bahwa semua manusia itu berada dalam keadaan merugi kecuali dia termasuk mereka yang selalu beramal saleh, saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran." mari kita lakukan hal itu.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih Untuk Komentar Anda Di Artikel Ini.